-->

Thursday 10 November 2016

Melirik Potret Pendidikan Di Indonesia

                Pada dasarnya, hidup ini selalu berkaitan dengan ilmu pengetahuan. Segala sesuatu yang ada di muka bumi ini menyimpan banyak rahasia yang belum pernah kita ketahui dan semua orang terus mencoba untuk menggali lebih dalam tentang hal itu. Salah satu cara kita untuk mengapatkan ilmu pengetahuan adalah melalui proses pendidikan. Banyak dari negara maju di dunia ini adalah negara yeng memiliki keunggulan dalam bidang ilmu pengetahuan. Contohnya negara Jepang. Negara yang sangat terbatas dalam hal sumberdaya alam ini mampu bersaing dengan negara-negara maju lainnya yang memiliki sumberdaya alam yang berlimpah. Hal tersebut dikarenakan Jepang berhasil unggul dalam bidang ilmu pengetahuan. Salah satu faktor utamanya adalah sistem pendidikan yang baik.

            Lalu bagaimana dengan Indonesia? UNICEF mencatat bahwa terdapat 2,5 juta anak putus sekolah di Indonesia yaitu 600 ribu anak usia sekolah dasar (SD), 1,9 juta anak usia sekolah menengah pertama (SMP), dan sisanya pada anak usia sekolah menengah atas (SMA). Bahkan menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) sampai di tahun 2015 angka buta huruf di Indonesia dinilai masih tinggi yaitu 4,78%. Di Jepang, angka buta hurufnya kurang dari satu persen. Hal tersebut menjadi PR besar bagi pemerintah dalam membenahi sector pendidikan di Indonesia.

            Kendala dalam dunia pendidikan di Indonesia diantaranya adalah keterbatasan akses pendidikan di daerah, jumlah guru yang belum merata, serta kurangnya infrastruktur sekolah di daerah-daerah. Salah satu pakar pendidikan di Indonesia, Anies Baswedan berpendapat bahwa keterbatasan akses pendidikan di daerah menjadi pangkal derasnya arus urbanisasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia didorong untuk melakukan urbanisasi karena keterbatasan fasilitas di daerah. Anies menilai akses pendidikan harus dibuka seluas-luasnya untuk seluruh masyarkaat dengan penyediaan fasilitas yang mendukung program tersebut.

            Pada bulan Agustus 2016, saya berkesempatan untuk menjalani program Kuliah Kerja Nyata (KKN) oleh universitas saya. Program tersebut adalah salah satu syarat bagi saya untuk bisa meraih gelar sarjana. Namun, melalui program tersebut saya lebih mengetahui tentang potret pendidikan di Indonesia. Saya dan tim yang terdiri 5 orang harus tinggal selama dua bulan di salah satu desa terpencil di Kabupaten Kuningan. Disana kami ditugaskan untuk melaksanakan sebuah program yang berkaitan dengan pertanian. Selama kurang lebih dua bulan, saya tinggal disebuah rumah warga yang ada di desa tersebut. Desa yang saya tempati tepat berada di kaki gunung Ciremai. Bahkan untuk sampai ke desa tersebut kami harus melewati hutan dengan jalan yang sangat mendaki. Walaupun infrastruktur jalannya sudah baik, namun setiap kendaraan yang melintasi jalan menuju desa tersebut harus sangat berhati-hati, karena jalannya yang memiliki tikungan-tikungan tajam.

            Salah satu program yang akan dijalankan di desa tersebut adalah mengajar di salah satu sekolah dasar yang ada di desa tersebut. Saat saya dan tim tiba di sekolah dasar di desa tersebut, kami melihat kesenjangan yang ada antara sekolah dasar yang ada di desa dengan yang ada di kota. Mulai dari sarana dan prasarana hingga jumlah guru yang sangat terbatas. Bahkan sempat terpikir oleh saya, jika salah satu guru ada yang berhalangan hadir karena sakit atau alasan lain, mungkin akan ada juga satu kelas yang diliburkan. Namun, hal itu tidak menyurutkan niat kami untuk dapat mengajar disana, walau hanya dua bulan, kami berharap bisa memberikan kemampuan terbaik kita untuk sekolah tersebut.

                Saya dan tim akhirnya diberi kesempatan oleh pihak sekolah untuk mengajar di kelas setiap hari sabtu. Materi yang kami sampaikan disetiap minggunya pun beragam, mulai dari seputar pelajaran mereka, pengetuahuan umum, hingga pengetahuan tentang dunia pertanian. Kebetulan saya mendapatkan kesempatan mengajar di kelas 4. Kurang lebih terdapat 40 anak dari dua kelas yaitu kelas 4A dan 4B. Sementara teman saya yang lainnya mengajar dikelas 5 dan 6. Di sekolah tersebut, semakin tinggi jenjang kelasnya, maka semakin sedikit muridnya. Setiap tahun selalu ada siswa/i yang tidak melanjutkan pendidikannya. Jumlah siswa kelas 6 jauh lebih sedikit dibandingkan dengan siswa kelas 4.

            Senang rasanya bisa turun langsung mengajar ke sekolah dasar yang ada di desa terpencil di Kabupaten Kuningan. Berbagi ilmu dengan anak-anak, tertawa bercanda, tak jarang dari mereka yang begitu melihat saya langsung mencium tangan saya, bahkan ada yang memuluk badan saya. Saya merasa sangat diterima disana. Sehingga salah hari Sabtu menjadi hari yang saya nanti-nantikan, waktu dimana saya bertemua dengan anak-anak. Mereka selalu tersenyum tanpa menyadari apa yang sebernarnya mereka dapatkan sangat jauh berbeda dengan yang ada pada anak-anak lain yang berada diluar daerah. Mungkin kepolosan mereka mampu menutupi itu semua yang dibalut dengan senyum di wajah mereka. Saya dan tim juga berkesempatan untuk membuat perpustakaan di sekolah tersebut. Berawal dari sebuah ruang yang tidak terurus oleh pihak sekolah, kami pun berpikir untuk merubahnya menjadi sebuah ruangan untuk membaca. Kami juga memberikan tanaman hidrponik yang kami buat sendiri sebagai kenang-kenanga. Kami sangat berharap kedua hal tersebut bisa berguna bagi siswa/i dalam menuntun ilmu.
 
            Pengalaman selama dua bulan menjalani program KKN membuat saya memahami tentang potret pendidikan di Indonesia. Memang benar masih banyak kekurangan dalam sistem pendidikan kita. Masih banyak kesenjangan yang ada, masih banyak yang harus dibenahi. Namun, ini semua tidak bisa kita bebankan hanya kepada pemerintah. Pemerintah pun selalu berupaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan selalu melakukan evaluasi. Saya adalah salah satu hasil dari upaya pemerintah dalam bidang pendidikan. Saat ini saya menerima biaya kuliah dari pemerintah hingga saya lulus. Sebelumnya saya tidak pernah membayangkan mendapatkan kesempatan untuk duduk dibangku kuliah karena batasan ekonomi. Tetapi, berkat program pemerintah saya akhirnya bisa kuliah, bahkan di perguruan tinggi negeri.

                Selama KKN saya pun selalu berpikir bahwa sudah sejak lama Indonesia itu bisa untuk menjadi lebih baik asalkan semua elemen mau turun tangan. Karena Indonesia membutuhkan para penggerak yang mampu merubah nasib negeri ini. Indonesia tidak membutuhkan orang yang bisa membuat negeri ini jauh lebih baik, tetapi Indonesia membutuhkan orang yang mau untuk membuat negeri ini menjadih lebih baik.


Karena orang yang “mampu” belum tentu “mau”, tetapi orang yang “mau” akan berjuang untuk “mampu”. -Azis Arianudin-

           

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit, sed diam nonummy nibh euismod tincidunt ut laoreet dolore magna Veniam, quis nostrud exerci tation ullamcorper suscipit lobortis nisl ut aliquip ex ea commodo consequat.

0 comments:

Post a Comment

Start Work With Me

Contact Us
JOHN DOE
+123-456-789
Melbourne, Australia

Blogger templates

Popular Posts